Standarisasi Kecantikan oleh Media
- Cindy Bakkara 170906457
- May 6, 2018
- 3 min read

Cantik, apa sih yang kita pikirkan ketika mendengar kata cantik? Kebanyakan akan menjawab “Cantik itu yang badannya langsing, rambutnya lurus, kulitnya putih, dan mukanya tidak berjerawat.” Ketika kita dihadapkan pada pertanyaan mengenai apa itu cantik, kita memang secara spontan mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan penampilan. Meskipun, tidak semua orang seperti itu. Hal ini muncul karena kita tumbuh bersama apa yang ditampilkan media. Media selalu merepresentasikan nilai-nilai kecantikan sesuai dengan kriteria yang dimiliki oleh media itu sendiri, dan hal ini telah berlangsung sejak lama. Ketika kita melihat bintang iklan produk kecantikan, jarang sekali media memakai perempuan yang memiliki tubuh gendut, berkulit hitam, berambut keriting, dan memiliki jerawat. Hal ini karena media memaknai bahwa ciri-ciri fisik tersebut tidak masuk ke dalam kategori cantik. Bahkan, melalui sebuah channel di youtube bernama FemaleDailyNetwork seseorang bernama Shafira Umm mengatakan bahwa ia pernah ditolak untuk membintangi sebuah iklan produk kecantikan hanya karena memiliki kulit cokelat dan rambut yang keriting. Sekejam itulah kira-kira standarisasi kecantikan yang diberlakukan oleh media.
Lantas mengapa standarisasi ini terus berkembang di masyarakat? Jika kita melihat pada konsep dalam Teori Spiral Keheningan, maka hal ini terjadi karena media sudah lebih dulu mem-blow up isu mengenai kecantikan ini. Dengan kekuatan yang dimiliki media, media dapat membentuk opini publik yang dominan. Oleh karena itu, orang-orang yang setuju terhadap media pun semakin besar, dan orang-orang yang tidak setuju mengenai standarisasi kecantikan yang ditetapkan oleh media pun tidak berani untuk mengutarakan pendapatnya. Hal ini dikarenakan orang-orang minoritas ini takut dengan adanya isolasi dari kelompok sosialnya.

Contohnya ketika saya masih menduduki bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), saya meyakini bahwa sebenarnya perempuan cantik tidak harus memiliki kulit yang putih. Namun teman-teman saya meyakini bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang memiliki kulit yang putih dan mulus seperti artis Korea. Apa yang terjadi ketika saya menyampaikan opini saya? Teman-teman saya langsung mengejek bahwa saya berkata seperti itu karena saya memiliki kulit pantat kuali, alias hitam. Hal ini tentu membuat saya merasa minder, dan malas untuk mengutarakan pendapat saya mengenai hal ini di lain waktu. Orang-orang minoritas seperti saya mendorong opini dominan semakin berada di atas. Oleh karena itu, tidak ada perubahan yang terjadi terkait dengan standarisasi kecantikan tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, mulai banyak para hard core alias pasukan berani mati yang menentang standarisasi kecantikan oleh media, tidak peduli dengan konsekuensi yang akan dihadapi. FemaleDailyNetwork sendiri merupakan salah satu pihak yang mengangkat secara habis-habisan bahwa setiap perempuan harus bangga dengan aturan mengenai kecantikan yang dimiliki masing-masing oleh perempuan. Hal ini bisa dilihat pada . Dengan adanya pihak-pihak yang berani mengangkat isu ini, membuat para minoritas yang dulunya bungkam mulai berani untuk berbicara di depan publik. Hal ini dapat dilihat dari komentar-komentar yang diutarakan netizen pada channel youtube ini. Banyak orang yang dulunya merasa minder, perlahan-lahan mulai menerima kekurangan dalam dirinya dan mencintai kekurangan tersebut. Hal-hal seperti ini juga mulai membawa perubahan pada dunia kecantikan di Indonesia. Seperti halnya shade foundation untuk kulit hitam yang sangat susah untuk dicari sekarang mulai diproduksi oleh produk-produk kecantikan.

Saya sendiri dulunya memang berusaha untuk memiliki kulit yang putih agar saya juga bisa masuk ke dalam kategori cantik. Saya mencoba berbagai produk pemutih baik pemakaian luar ataupun dalam. Hal ini memang berpengaruh pada kulit saya yang seiring berjalannya waktu mengalami perubahan. Namun menurut saya, justru itulah yang sebenarnya diinginkan oleh media. Media menggiring kita untuk menyetujui apa yang direpresentasikan oleh media, karena hal tersebut ujung-ujungnya akan membawa keuntungan bagi pihak-pihak tertentu. Beruntungnya, seiring berjalannya waktu saya mulai menyadari bahwa tiap orang memiliki kecantikannya masing-masing. Semua orang tidak harus memiliki kulit putih, rambut lurus, dan standarisasi kecantikan lainnya untuk menjadi cantik. Setiap orang memiliki keunikan yang membuat setiap pribadi itu memiliki kadar cantik yang berbeda. Saya memilih untuk bergabung bersama para hard core untuk memerangi standarisasi kecantikan oleh media. Karena menurut saya, cantik itu ketika kita bisa mencintai diri kita dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kita miliki. Salam cantik!
Referensi :
Youtube :
https://www.youtube.com/watch?v=I5HexYBckrs
Buku :
Richard West, Lynn H. Turner. 2010. Pengantar Teori Komunikasi: Analasis dan Aplikasi. Jakarta. Salemba Humanika.
Comments