Gamelan itu KUNO?! (Udah masuk BBC International, lho!)
- Yohanna Tania (170906301)
- May 21, 2018
- 3 min read
Jika kita ditanya, "Kamu pilih musik rock atau musik gamelan?" Berapa banyak dari kita yang memilih untuk mendengarkan musik rock? Belum lagi beberapa jenis musik lain, seperti musik RnB, Jazz, Pop, EDM, acoustic, dan lain-lain.
Sebenarnya, Indonesia memiliki berbagai budaya yang indah yang menjadi cerita kebangaan tentang Bangsa Indonesia di luar negeri. Salah satu budaya tersebut adalah musik tradisional gamelan. Gamelan sering dipertunjukkan di luar negeri di hadapan orang-orang asing dan menuai tepuk tangan yang meriah dari para penontonnya.
Betapa bedanya reaksi orang-orang asing itu dan reaksi masyarakat Indonesia sendiri ketika menonton gamelan. Di Indonesia, biasanya ketika ada acara kebudayaan tertentu yang mempertontonkan gamelan masyarakat Indonesia tampak tidak tertarik dan lebih memilih main handphone. Ini merupakan fenomena yang sering saya lihat di kalangan teman-teman saya.
Berbeda ketika masyarakat Indonesia menonton cheerleader atau modern dance, mendengarkan musik Electronic Dance Music (EDM), atau musik rock, pasti mereka akan secara otomatis dan tidak disuruh, langsung memperhatikan dengan sangat.
Hal ini sangat disayangkan, mengapa orang-orang yang seharusnya merasa "memiliki" kebudayaan itu, justru menganggapnya remeh? Sementara di luar sana, banyak orang asing yang mempelajari cara bermain gamelan.
Budaya gamelan ini merupakan identitas bangsa Indonesia yang seharusnya dilestarikan agar tidak tergerus arus globalisasi. Budaya-budaya inilah yang sebenarnya menjadi daya tarik Indonesia di mata dunia. Maka, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa budaya memiliki peran penting dalam menaikkan pendapatan negara melalui bidang pariwisata. Ketika kita sendiri sudah bersikap tidak peduli, apatis, dan masa bodoh terhadap pelestariannya, siapa lagi yang akan menjaganya?
Budaya ini adalah milik kita. Sudah sepantasnya kita bersama-sama berjuang menjaga dan melestarikannya.
Media pun memiliki peran yang penting dalam pelestarian budaya. Salah satu fungsi media adalah transmission of values, atau transmisi nilai-nilai yang penting. Kebudayaan juga merupakan sesuatu yang penting untuk diangkat di media, supaya nilai-nilainya dapat ditrasmisikan dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Namun mari kita renungkan. Apakah selama ini media sudah menjalankan fungsinya sebagai transmitter nilai-nilai dengan optimal? Bukankah selama ini hanya sedikit sekali media yang mengangkat tentang gamelan? Hanya TVRI, Jogja TV. Sedangkan stasiun televisi yang lain menayangkan drama korea, menayangkan film-film barat di layar kaca kita, Sebenarnya apakah yang mereka kejar? Rating penonton? Apakah mereka mengejar rating dengan begitu dapat melupakan fungsi utamanya yaitu sebagai transmitter of values?
Bayangkan nilai-nilai apa yang ditransmisikan oleh film-film Barat itu. Nilai-nilai liberalisme yang mengatasi nilai-nilai ketuhanan. Nilai-nilai yang bertentangan dengan paham yang dianut Bangsa Indonesia sendiri.
Ada kata-kata yang menarik. "What you focus on, grows". Artinya, apa yang menjadi fokus kita, itulah yang bertumbuh. Ketika banyak stasiun TV di Indonesia lebih berfokus untuk menayangkan sinetron yang tidak mendidik, maka dampak dari sinetron itu bertumbuh menjadi besar. Ada yang pro, ada yang kontra, meskipun sebenarnya banyak yang kontra. Yang menjadi poin utamanya adalah, media tidak -atau belum- mencoba menampilkan nilai-nilai kearifan lokal bangsa ini, sehingga dampaknya (dampak media sebagai transmitter of values) belum kita lihat hingga saat ini.
Bayangkan bila acara musik dahsyat dan inbox diganti menjadi acara gamelan. Pasti semua penonton tidak lagi mau menonton. Namun itu hanya sementara saja, karena what you focus on, grows. Ketika media berinisiatif untuk fokus pada pengembangan musik tradisional, musik itu akan bertumbuh, menjadi besar pengaruhnya, dan suatu hari kelak akan mendapat tempat di hati masyarakat.
Bukankah ada pepatah Jawa yang mengatakan, Tresna Jalaran Saka Kulina?" (Mencintai berasal dari rasa terbiasa)
Mencintai budaya asing tidaklah salah, namun kita juga harus mengingat dan tidak boleh melupakan budaya kita sendiri, apalagi sampai meninggalkannya. Serta budaya-budaya asing yang kita terima dari luar negeri, tidak semuanya cocok dengan budaya Indonesia sendiri, karena itu, sebagai penonton, kita harus bisa bersikap kritis dan menyaring nilai-nilai yang masuk melalui film-film tersebut, apakah nilai-nilai yang ada dalam film tersebut sesuai atau tidak dengan budaya masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka :
https://youtu.be/-wwRtG-n75E (sumber video)
Comentários