Representasi Pangeran Wang So (Goryeo) oleh Lee Joon Ki dalam Drama Korea Scarlet Heart : Moon Lover
- Yohanna Tania (170906301)
- May 20, 2018
- 4 min read
Korean Pop dan Korean Drama (girl band dan boy band dari Korea Selatan, dan drama Korea Selatan) sedang melejit popularitasnya di kalangan remaja perempuan. Remaja perempuan cenderung menjadikan kecantikan dari girl band Korea sebagai standar kecantikan yang hakiki, dan mereka mengikuti tren di Korea baik make up, skin care, dan cara berpakaian dari personel girl band itu.
Sedangkan boy band Korea banyak digandrungi remaja perempuan karena ketampanannya.
Begitu juga dengan drama korea. Drama yang dibintangi oleh artis cantik dan aktor tampan sering kali menarik minat para remaja perempuan untuk menontonnya. Terlebih lagi, drama Korea yang memiliki sedikit episode pastinya merupakan daya tarik tersendiri bagi penggemarnya, berbeda dengan drama di Indonesia yang memiliki ratusan episode bahkan sampai dibagi ke dalam beberapa season (musim). Drama Indonesia memiliki cerita yang lebih kompleks, dan alur ceritanya cenderung berbelit-belit atau berputar-putar, sehingga sebagian masyarakat lebih memilih untuk menonton drama korea yang ringkas dan cepat tamat.
Tahun 2016 merupakan tahun dimana banyak production house Korea Selatan yang memproduksi Sageuk, atau biasa disebut Korean Historical Drama. (Drama Korea yang menceritakan tentang sejarah). Sageuk ini bisa jadi cerita fiktif, namun mayoritas Sageuk yang diproduksi oleh production house di Korea adalah fakta, baik fakta sesungguhnya, atau pun fakta yang mengalami sedikit perbedaan dari sejarah aslinya.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas sebuah drama Korea Sageuk yang berjudul Scarlet Heart : Moon Lovers. Drama ini merupakan drama yang menceritakan masa pemerintahan raja pada dinasti Goryeo (sekarang disebut Korea), dari Raja Goryeo yang pertama hingga yang ke empat. Alur cerita dalam drama ini ditulis berdasarkan kisah nyata, namun ada sedikit perbedaan dengan sejarah aslinya.
Dalam drama, diceritakan bahwa raja Taejo Wang Geon, pendiri kerajaan Goryeo, memiliki empat belas anak, beberapa diantaranya adalah Wang Tae, Wang Mu, Wang Yo dan Wang So. Karena Wang Tae meninggal, maka kedudukan sebagai “putra mahkota” diserahkan pada Wang Mu. Dalam drama Moon Lovers : Scarlet Heart, diceritakan bahwa Pangeran Wang So sangat menyayangi Putra Mahkota Wang Mu. Setelah Raja Taejo Wang Geon meninggal, kedudukan raja beralih pada Pangeran Wang Mu dengan nama jabatan Raja Hyejong. Pangeran Wang So rela melakukan apapun untuk melindungi Raja Hyejong dari lawan-lawan politiknya. Raja Hyejong hanya memerintah selama dua tahun, ia kemudian meninggal karena diracuni oleh Pangeran Wang Yo, Pangeran Wang Wook dan Pangeran Wang Won. Setelah Raja Hyejong meninggal, kedudukan raja beralih pada pangeran Wang Yo, dengan nama gelar Raja Jeongjong. Ia memaksa Pangeran Wang So untuk tunduk pada semua perintahnya. Ia juga menyuruh Pangeran Wang So untuk membunuh pangeran-pangeran yang lain (adik-adiknya) untuk mengamankan posisinya sebagai raja. Dalam drama, diceritakan bahwa Raja Jeongjong mengalami stress karena ia merasa bersalah telah membunuh adik-adiknya, sehingga ia kemudian jatuh sakit dan meninggal. Jabatan raja kemudian diambil alih oleh Pangeran Wang So dengan nama gelar Raja Gwangjong.
Dalam drama ini, ada tokoh fiktif yang sengaja ditambahkan supaya alur cerita menjadi menarik. Tokoh fiktif itu adalah Go Ha Jin, seorang gadis masa kini yang terseret waktu, dan jiwanya terjebak dalam tubuh seorang bangsawan di masa Goryeo bernama Hae Soo (diperankan oleh IU). Hae Soo kemudian harus menyesuaikan diri hidup di masa dinasti Goryeo dan dikelilingi oleh para Pangeran dan Putri. Drama ini juga menceritakan kisah cinta segitiga antara Hae Soo dengan Pangeran Wang Wook dan Pangeran Wang So.
Terlepas dari tokoh fiktif yang sengaja ditambahkan, apa yang diceritakan di dalam drama ini merupakan kebalikan dari fakta sejarah yang sebenarnya. Sejarah mencatat bahwa Pangeran Wang Yo dan Pangeran Wang So bekerja sama untuk menurunkan Raja Hyejong dari tahtanya. Ketika Raja Hyejong meninggal dan Pangeran Wang Yo menggantikannya dengan nama gelar Raja Jeongjong, Pangeran Wang So juga sangat setia membantu, mendampingi, dan melindungi Raja Jeongjong. Raja Jeongjong juga memilih Pangeran Wang So untuk menggantikannya sebagai raja, daripada anaknya sendiri.
Representasi Pangeran Wang So dalam drama sangat bertentangan dengan sejarah aslinya. Saya juga tidak dapat menyalahkan hal tersebut karena drama ini adalah drama yang sudah memiliki lisensi kreatif, alur ceritanya boleh diubah dan tidak harus berpaku pada kenyataan aslinya. Namun alangkah baiknya jika representasi seorang tokoh sejarah tidak dibuat bertentangan dengan aslinya, karena secara tidak langsung ketika menonton drama ini, masyarakat, khususnya masyarakat Korea, dapat mengerti dan memahami sejarah dengan cara yang kreatif dan mengasyikkan. Dengan begitu, sebuah drama bukan hanya menghibur, namun juga dapat mengedukasi masyarakat.
Walaupun memang sumber utama pembelajaran adalah dari buku, namun tidak ada salahnya menggunakan media seperti drama atau film untuk belajar, pastinya menggunakan media bukan hanya sebagai hiburan namun juga sebagai sarana untuk belajar akan sangat menyenangkan, terutama bagi generasi Z, generasi yang mencintai segala hal yang praktis.
Hal ini dapat diterapkan bukan hanya dalam drama korea saja, namun juga dalam acara-acara TV di Indonesia. Ketika pekerja media menyadari bahwa media dapat memberi pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat, maka tujuan penggunaan media dapat berkembang, bukan hanya sebagai sarana hiburan, namun juga sebagai sarana edukasi.
Beberapa tahun yang lalu, ada beberapa acara TV yang populer di kalangan masyarakat Indonesia, yaitu Laptop si Unyil, Petualangan Panji, atau Sinetron Aku Anak Indonesia, dan masih banyak lagi. Acara TV tersebut dapat dikatakan membawa dampak positif bagi pola pikir dan pendidikan moral masyarakat. Sangat disayangkan acara-acara TV yang mendidik itu sekarang sudah tidak tayang lagi.
Ketika acara TV yang ditayangkan dapat membangun dan mengedukasi masyarakat, maka cara pandang masyarakat akan berubah dan hal itu dapat membentuk Bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Selain sarana edukasi, ketika media dapat menjadi sarana transmisi nilai-nilai kebudayaan, hal itu akan membantu menjaga kelestarian budaya Indonesia ini di tengah arus globalisasi yang kian menggerus nilai-nilai kearifan lokal. Identitas asli masyarakat Indonesia mulai dilupakan karena masyarakat sudah terpengaruh dengan gaya hidup kebarat-baratan. Mengapa begitu? Bukankah ketika media memiliki kekuatan yang cukup untuk menyeret masyarakat Timur untuk mengadopsi budaya Barat, itu artinya media juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempertahankan masyarakat Timur pada budayanya sendiri?

Daftar Pustaka :
https://www.youtube.com/watch?v=pVbPClfoeMQ&t=56s (sumber video)
http://asianwiki.com/Lee_Joon-Gi (sumber gambar)
https://en.wikipedia.org/wiki/Hyejong_of_Goryeo (sumber materi)
https://en.wikipedia.org/wiki/Jeongjong,_3rd_monarch_of_Goryeo (sumber materi)
https://en.wikipedia.org/wiki/Gwangjong_of_Goryeo (sumber materi)
Comments